google.com, pub-8027005344017676, DIRECT, f08c47fec0942fa0
Tampilkan postingan dengan label DN Aidit. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label DN Aidit. Tampilkan semua postingan

Misteri Kuburan Aidit

Menurut cerita yang berkembang, kuburan Aidit berada di Boyolali, Jawa Tengah. Tempatnya sunyi dan tersembunyi, dipenuhi kerikil-kerikil tajam yang penuh dengan tanaman labu dan ubi jalar disekelilingnya. Pohon mangga dan jambu berada dikanan dan kiri menaungi. Tak terlihat tanda-tanda adanya sumur tua dipekarangan belakang gedung tua itu. Daerah ini dulunya adalah bagian dari kompleks markas  TNI Angkatan Darat, Batalyon 444 di Boyolali, Jawa Tengah.  Meski keadaan pekarangan tersebut sunyi dan hening, namun di tempat itu dulunya pernah ada sumur tua. Tempat dimana jenazah Dipa Nusantara Aidit dibuang.

Ketika Soeharto Tersenyum



Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad) Mayor Jenderal Soeharto bertanya pada Komandan Brigade IV Infanteri, Kolonel Yasir Hadibroto tentang keberadaannya, ketika meletus pemberontakan Madiun 1948. Saat itu, pasukan Kolonel Yasir Hadibroto sedang dipindahkan dari Jawa Barat ke Wonosobo, guna membasmi tiga batalyon kelompok komunis.

Dari Menteng Menuju Gestok

 Sejumlah saksi telah menyampaikan tentang keterlibatan Aidit atas rencana Gerakan 30 September. Apakah D.N Aidit benar-benar terlibat ?..... Dan sejauh manakah keterlibatan Aidit dalam upaya aksi tersebut ?.... Sesungguhnya, apa peran Aidit dalam peristiwa berdarah 30 September 1965, yang masih menyimpan tanda tanya besar. Sebuah tragedi yang memakan jutaan jiwa rakyat tak berdosa. Apakah benar, Aidit menjadi dalang peristiwa berdarah tersebut ?.... Sungguh tragedi berdarah tersebut merupakan pelajaran berharga bagi kita semua, bangsa Indonesia.

Para sejarawan dan orang-orang dikalangan militer meyakini, bahwa aksi yang menimpa ketujuh Jenderal Angkatan Darat pada 30 September 1965 ada keterlibatan PKI, dan Dipa Nusantara Aidit selaku ketua umum Comite Centeral dituduh menjadi otak dibalik peristiwa biadab tersebut.

Trio Komunis Indonesia

Sebanyak sebelas pemimpin utama PKI tewas di ujung bedil. Muso, Amir Syarifuddin dan Maruto Darusman berakhir di terjang peluru di desa Ngalihan-Solo.

Dipa Nusantara Aidit, Njoto dan Lukman berjuang bersama-sama membesarkan partai.Mereka bertiga muncul sebagai tulang punggung Partai Komuns Indonesia. Ketiganya bagaikan trisula PKI, SekJen, Wakjen I dan WakJen II. Njoto disingkirkan karena wanita. Sejarah persahabatan diantara mereka bertiga indah dikenang.

1943, Aidit pertama kali berjumpa dan mengenal Mohammad Hakim Lukman di Menteng 31-Jakarta. Bekas Hotel Schomper itu dahul dikenal sebagai tempat berkumpulnya para aktivis-aktivis kemerdekaan, mereka tergabung dalam organisasi Gerakan Merdeka. Lukman lebih tua tiga tahun dari Aidit. Saat itu, usia Aidit baru 23 tahun, kemudian Aidit menjadi Ketua Dewan Politik Gerakan Indonesia Merdeka dan Mohammad Hakim Lukman menjadi anggota. Aidi dan Lukman menjadi semakin akrab dan menjalani kehidupan yang sama.

Karir Aidit Berakhir Tragis


Pada tahun 1926, menurut arsitek pemberontakan di Jawa dan Sumatera, seluruh kekuatan sosialis komunis harus dapat dipersatukan. PKI tak boleh bergerak sendiri,untuk merebut kekuasaan. Namun sayang, akhirnya pemerintah Hindia Belanda saat itu melibas mereka.

Paham revolusiner Dipa NusantaraAidit, telah di ubah oleh Muso sebagai sebuah aksi. Mereka berdua pernah mencoba, mereka berdua juga telah gagal. Gairah dan semangat revolusi Aidit menjadi kian berkobar dan menyala, tatkala Muso kembali dari Rusia. Aidit sangat terkesan dengan gagasan Muso tentang "Jalan Baru Bagi Republik".

Aidit Meminang Lewat Surat


Pada suatu siang, di awal tahun 1946, kantor majalah Bintang Merah yang beralamat di Jalan Purnosari-Solo kedatangan tamu tak diundang. Mereka adalah 2 orang tamu wanita yang segera disambut dan di jamu oleh dua orang redaktur majalah yang tak lain adalah Hasan Raid dan Dipa Nusantara Aidit. Dua gadis tersebut mengaku sebagai mahasiswi tingkat III Perguruan Tingi Kedokteran di Klaten-Jawa Tengah. Yang berpipi tembem dan agak sedikit bulat montok mengaku bernama Soetanti. Soetanti oleh teman-temannya biasa dipanggil dengan sebutan RONJE (dalam bahasa Belanda yang artinya: bundar). Awalnya mereka berdua datang hanya sekedar silaturahmi saja.  Beberapa hari kemudian, Soetanti mendatangi lagi kantor tersebut bersama teman-temannya lainnya yang berjumlah lebih banyak dari sebelumnya.  Kali ini, kedatangan  mereka atas nama Sarekat Mahasiswa Indonesia. Lalu mereka mengharap kehadiran Aidit sebagai Ketua Departemen Agitasi Propaganda Partai Komunis Indonesia cabang Solo, untuk memberikan pidato dan dukungan soal politik dan keorganisasian. Akibat dari urusan organisasi tersebut, menyebabkan Soetanti sering hilir mudik Klaten-Solo.

Aidit Merantau ke Jakarta

Waktu itu tahun 1936, Achmad Aidit berkata kepada Abdullah, ayahnya: "Aku mau ke Batavia". Saat itu Achmad Aidit berusia tigabelas tahun setelah lulus dari sekolah Hollandsch Inlandsche School (HIS), yang  setingkat sekolah dasar. Karena di Belitung, sekolah tersebut merupakan yang paling tinggi. Dan sekolah tingkat menengah bernama Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO). Untuk melanjutkan sekolah tingkat menengah tersebut, para pemuda yang ada di Belitung, harus merantau ke Medan atau Batavia (Jakarta). Pemuda yang keluar dari Belitung dan merantau ke tanah Jawa, saat itu bisa dihitung dengan jari. Karena pada masa itu, pergi meninggalkan Belitung bukanlah perkara yang lazim.
Achmad yang jarang meminta sesuatu ini, meyakinkan ayahnya tentang keinginan hatinya untuk merantau ke Batavia. Kata Murad, "Jika sampai meminta sesuatu, berarti, kakaknya memang sudah memiliki tekad yang bulat ". Dalam bukunya Sobron, adik Aidit yang lain menuliskan pula dalam bukunya: Abang,Sahabat dan Guru diMasa Pergolakan, menerangkan bahwasanya untuk mendapatkan izin pergi merantau keluar Belitung, seorang pemuda diharuskan memiliki empat syarat yaitu, sudah dikhitan, bisa mencuci pakaian, bisa memasak dan sudah khatam membaca Al Quran. Dan semua syarat tersebut, sudah dapat dipenuhi oleh Achmad Aidit.

Gubuk Reyot Mantri Aidit

Rumah tua berbentuk panggung yang terbuat dari kayu yang telah dimakan usia, lapuk dan berjamur dengan sebagian atap sirap yang telah berubah diganti seng. Kerangka rumah yang utama masih menggunakan kayu ulin yang kokoh berwarna hitam mengkilat. Itulah rumah kediaman Abdullah Aidit, ayah Dipa Nusantara Aidit, ketua umum Partai Komunis Indonesia (PKI) Yang di dirikan sejak tahun 1921 oleh Haji Ismail, kakek DN. Aidit dari garis ayahnya. Rumah panggung tersebut berlokasi di Jalan Belantu No.3 (sekarang telah menjadi Jalan Dahlan No. 12). Dusun Berutak, Desa Pangkalalang, Belitung Barat.
Seperti pada umumnya sebuah rumah di Belitung, rumah tersebut memiliki bangunan utama, rumah bagian depan dan bagian belakang yang berukuran 7 x 8 meter. Sisi bagian depannya juga telah diberubah , karena telah dibongkar semenjak meninggalnya Abdullah Aidit paa 23 November 1965.

Masa Kecil Dipa Nusantara Aidit


Aidit yang berasal dari keluarga terhormat di Belitung, telah memiliki bibit-bibit komunisme yang tumbuh dalam pribadinya,  tatkala menyaksikan keadaan para buruh kecil disebuah perusahaan tambang timah didaerahnya. Achmad Aidit yang dilahirkan pada hari Senin Pahing, 30Juli 1923 di Jalan Belantu No. 3, Pangkallalang-Belitung.

Ayahnya, yang bernama AbdullahAidit, adalah seorang mantri kehutanan, jabatan yang cukup terpandang di Belitung pada saat itu. Ibunya yang bernama Mailan, lahir dari keluarga ningrat. Ayah mailan adalah Ki Agus Haji Abdul Rachman. Ayah Mailan adalah seorang tuan tanah yang kaya raya. Orang-orang Belitung menyebut luas tanah keluarga ini dengan ujung jari, sejauh jari menunjuk itulah tanah mereka. Dan Abdullah Aidit adalah anak Haji Ismail, seorang pengusaha ikan yang cukup berhasil. Mereka memiliki tempat penangkapan ikan dilaut, dan pemasok ikan terbesar dipasaran.

Sisi Lain Dipa Nusantara


Sebagian dari bangsa Indonesia mengenang pria itu dengan kebencian dan rasa kagum. Dipa Nusantara Aidit seorang pimpinan PKI (Partai Komunis Indonesia) ketika itu, usianya yang masih muda, 31 tahun. Dia cuma membutuhkan waktu setahun guna melejitkan nama Partai Komunis Indonesia ke dalam kategori 4 partai terbesar di Indonesia, saat itu. PKI mengklaim secara tegas, memiliki 3,5 juta pendukung dan menjadi partai komunis terbesar di dunia setelah Uni Soviet dan Republik Rakyat Cina.

Peran Aidit dan G30S

Setahun sekali, setiap tanggal 30 September, bangsa Indonesia akan selalu mengingat PKI (Partai Komunis Indonesia). PKI dimasa lalu, dianggap bersalah dan tumbang dalam tragedi berdarah 30 September 1965. Pucuk pimpinan PKI Dipa Nusantara Aidit menghadapi dilema yang tidak mudah.

Aidit menjadi ketua umum sejak tahun 1951. 3 tahun setelah pemberontakan Madiun, Aidit berhasil mengkoslidasi partai yang  sedang  terpuruk itu dengan prestasi yang fantastis.  PKI mendapat posisi ke-4 dalam Pemilu 1955 dengan perolehan suara 6,1 jua pemilih atau 16,4% suara. Dua tahun kemudian, diadakan pemilu daerah, jumlah suara PKI meningkat hampir 40%. PKI dan mendapat suara mayorias di beberapa daerah.

PKI adalah partai komunis terbesar didunia, setelah partai komunis Uni Soviet dan Republik Rakyat Tiongkok. Anggota PKI mengklaim berjumlah 3,5 juta jiwa, meningkat hebat dari yang tadinya hanya berjumlah 4000-an jiwa.

Namun, jika hanya mengharap "REVOLUSI" melalui jalan Pemilu tentu tidak akan dapat mewujudkan  harapan PKI, tahap penting untuk mencapai masyarakat tanpa kelas seperti ajaran dan cita-cita Karl Marx dan Lenin. Dikarenakan, saat itu presiden Soekarno dengan Demokrasi Terpimpin-nya tidak membuka pintu. Dan bagi sebagian petinggi PKI, hal itu dianggap bukan hal jitu, karena PKI tak pernah menang.