google.com, pub-8027005344017676, DIRECT, f08c47fec0942fa0

Pengakuan Mantan Prajurit Tjakrabirawa 4


HALAMAN 1
HALAMAN 2
HALAMAN 3

"Saya mengarahkan senjata dan dor.....". Penembak itu adalah Boengkoes, mantan bintara Tjakrabirawa. Sersan Mayor adalah pangkat terakhirnya sebelum ia mendekam selama 33 tahun di LP. Cipinang, Jakarta. Menurut anak kedua Boengkoes yang bernama Hernawati, ayaknya sudah tak berdaya selama enam bulan akibat serangan stroke. Ia mengalami kesulitan berbicara dan sepasang kaki dan tangannya separuh lumpuh. Boengkoes terbaring lemah di rumah anak ke empatnya, Juwartinah yang bersebelahan dengan rumah Hernawati di Jalan PG Demaas, Kalak, Kec. Besuki Situbondo Jawa Timur.


Herniawati tidak mengijinkan ayahnya untuk di wawancarai lebih lanjut, kemudian mengizinkan anaknya Slamet Wagiyanto untuk memotret kakeknya. "Percuma, apak sudah tidak ingat dan tak bisa bicara", kata Hernawati. Setelah mendapat grasi dari presidn BJ. Habibie pada 25 Maret 1999, Bengkoes lalu tinggal di Situbondo. Tempat dimana anak dan istrinya tiggal ketika Boengkoes mengalami masa-masa di penjara setelah sebelumnya mereka tinggl di Semarang Jawa Tengah. Bengkoes menikahi Jumaiyah dan mendapat karunia enam anak.

Menurut cerita Hernawati, sebelum Boengkoes mengalami Stroke, Boegkos lebih banyak berada dibelakang rumah dan menghabiskan hari-harinya disana. Di tanak yang berukuran 15 X 10 meter tersebut, Boengkoes memelihara 10 ayam kampung dan gemar menanam pisang. "Ayamnya kini tinggal tiga ekor, karena tak ada yang merawat lagi", kata Hernawati.

Selain itu, Boengkoes juga sering menyanyikan lagu-lagu keroncong. Lagu yang paling dia sukai aalah Sepasang Mata Bola dan Bengawan Solo. Hanya itu kegiatan setiap hari yang dilalui oleh Boengkoes usai bebas dari penjara LP. Cipinang. Boengkoes tidak aktif dalam kegiatan kemasyarakatan dikampung, pria kelahiran desa Buduan, Besuki inipun juga tak pernah lagi bertemu ataupun menemui teman-teman sesama mantan tahanan politik dulu.

Boengkoes pun tak pernah menceritakan kisah masa lalunya saat menjadi tentara dan saat di penjara kepada anak cucunya. Menurut Hernawati, ayahnya tidak ingin menambah beban keluarganya dengan kisah cerita masa lalunya. Karena dulu ketika rezim Orde Baru berkuasa setiap kali tanggal 30 September, stasiun TVRI memutar film Penghianatan G30S/PKI. Tidak ada anggota keluarga Boengkoes yang berani keluar rumah, dikarenakan seluruh warga kampung tahu Boengkoes terlibat dalam penculikan dan pembunuhan para jenderal.


Letnan Kolonel Untung bin Syamsuri saat tertangkap, mengatakan pada teman-temannya di dalam sel bahwa dirinya yakin akan lolos dikarenakan Untung merasa bahwa dirinya dekat dengan Mayor Jenderal Soeharto. Akan tetapi, paa akhirnya Untung tetap saja di eksekusi mati dan tidak beruntung.

Meski dimasa yang lalu ayahnya memiliki pengalaman kelam yang pahit, akan tetapi Hernawati yakin bahwa ayahnya tidak sepenuhnya bersalah. "Ayah saya cuma menerima perintah tugas dari atasannya", kata Hernawati.

Pada tahun 1999, ketika Boengkoes selesai menjalani 33 tahun masa hukumannya, dalam sebuah wawancara juga disebutkan hal yang sama. "Tidak ada tentara yang merasa bersalah, karena semua tentara hanya menjalankan perintah".

Kini Boengkoes telah menderita Stroke, mungkinkah ingatannya masih mengingat detik-detik di malam berdarah, dimana ia mendobrak paksa rumah kediaman MT. Harjono, ketika peluru-peluru Thompson yang ditembakkannya mengenai punggung dan menembus perut MT. Harjono ?..... Entahlah.

0 komentar:

Posting Komentar

Aku bersemboyan, Biar melati dan mawar dan kenanga dan cempaka dan semua bunga mekar bersama di taman sari Indonesia.
[Pidato HUT Proklamasi, 1964_Soekarno]