Ditemukan bukti-bukti indikasi oleh Benedictus Anderson tentang pelaku lapangan yang bertindak sebagai algojo yang bertugas menculik dan menghabisi para jenderal adalah berasal dari kelompok Madura, yang beberapa diantaranya sudah dikenal baik sejak tahun 1950-an baik salah seorang intelejen Soeharto, yaitu Ali Moertopo.
Seorang pria tua yang sedang duduk menyandar disebuah ranjang besi tua. Usianya sudah terbilang tua, dengan kepayahan dia memasukkan makanan kedalam mulut kempotnya. Pria tua bernama Boengkoes yang berusia 82-an tahun tersebut, tampak lemah tak berdaya diatas dipan usangnya akibat mengalami Stroke. Bekas prajurit bintara Tjakrabirawa itu kini tinggal dirumah anaknya di daerah Besuki, Situbondo-Jawa Timur. Boengkoes yang merupakan salah satu diantara algojo dalam peristiwa berdarah 30 September 1965 tersebut kini hanya pasrah dengan penyakit dan keadaan yang menimpanya, sambil menunggu maut menjemput dirinya.
Pria yang memiliki darah keturunan Madura itu berpangkat sersan mayor, yang pada peristiwa berdarah September 1965 lalu mendapat tugas untuk membawa paksa Mayor Jenderal M.T Harjono, Deputi III Menteri/ Panglima Angkatan Darat.
Setelah dirinya bebas dari masa hukuman di LP Cipinang pada tahun 1999, Boengkoes menjadi orang merdeka dan menjalani kehidupan seperti rakyat Indonesia pada umumnya. Boengkoes pun juga sempat menceritakan kisah perjalanan hidupnya secara detail dan akurat. Ketika peristiwa berdarah 30 September 1965, sekitar pukul 15.00 WIB, dikatakan bahwa: "Dalam briefing, ada sekelompok jenderal yang dikenal dengan sebutan Dewan Djendral", yang hendak melakukan kudeta terhadap Bung Karno". Menurut saya, ini gawat !.
Kemudian, Sersan Mayor Boengkos mengisahkan tentang kronologis detik-detik kejadian sebelum peristiwa berdarah 30 September 1965 itu terjadi. Bekas prajutit Tjakrabirawa yang telah uzur ini merasa bersalah, karena telah di kelabuhi dan di manfaatkan.
Serma Boengkoes mengira bahwa perintah tersebut akan dilaksanakan setelah melewati hari TNI, 5 Oktober 1965. Akan tetapi, sekitar pukul 08.00 WIB, dia dan rombongan pasukannya dibawah pimpinan Letnan Satu Doel Arief kembali ke Halim. Keesokan harinya, sekitar pulul 03.00 WIB, para komandan-komandan pasukan berkumpul kembali. Kemudian, pasukan Tjakrabirawa yang saat itu berkumpul di bagi menjadi 7 bagian oleh Lettu Doel Arief. Dan saat itu juga, Doel Arief memberikan perintah tugas tentang sasaran yang dituju. "Saya kebagian MT. Harjono", kata Boengkoes. Setelah pasukan di bubarkan untuk tugas memburu target, kemudian Boengkoes menuju kediaman Jenderal MT. Haryono dan berhasil menembak mati MT. Harjono. "Setelah tiba di Lubang Buaya, lalu mayatnya saya serahkan pak Doel Arief".
Ben Anderson dari Universitas Cornell sangat tertarik dengan pengakuan gamblang Boengkoes. Pada tahun 2002, Ben Anderson datang lagi ke Indonesia untuk menjumpai Boengkoes di Situbondo, Jawa Timur. Pertemuan Ben Anderson dan Boengkoes tersebut menghasilkan makalah tulisan sebanyak 61 halaman. Yang akhirnya di muat pada Jurnal Indonesia No. 78 pada Oktober 2004 dengan judul, The World of Sergeant-Major Bungkus.
BERSAMBUNG KE HALAMAN 2
Pengakuan Mantan Prajurit Tjakrabirawa 1
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar
Aku bersemboyan, Biar melati dan mawar dan kenanga dan cempaka dan semua bunga mekar bersama di taman sari Indonesia.
[Pidato HUT Proklamasi, 1964_Soekarno]