google.com, pub-8027005344017676, DIRECT, f08c47fec0942fa0

Harga Kepala Manusia 100 Juta Rupiah



Fadli Zonk itu, kacung setia majikannya. Dengan segala gaya pencocotannya, dia mencoba menggiring opini bahwa Pemerintah memusuhi Islam, Islamophobia. Dia berusaha menutupi bahwa majikannya adalah salah satu Jendral yg tangannya berlumuran darah atas tragedi kemanusiaan yg pernah terjadi di Aceh.
Ada yg pernah dengar Prabowo mengkritik tindakan militer Myanmar melakukan kekerasan di Rohingya?
Dia tau diri tapi pengecut. Zonk dijadikan congor sumbang untuk mendiskreditkan Pemerintah.
Yang lebih konyolnya lagi, pendukung letjen pecatan juga mengangkat nama mertuanya, sebagai pemimpin yg peduli pembantaian Muslim di Bosnia. Seolah sang mertua adalah pahlawan yg sangat membela dan mengutuk genosida muslim di Bosnia. Opini yg membuat tenggorokan ini sulit menahan muntah.
Saat diberlakukan Daerah Operasi Militer (DOM) di Aceh dari tahun 1989 – 1998, tidak kurang 30.000 nyawa rakyat hilang. Belum lagi jumlah warga yang mengalami siksaan hingga cacat permanen. Bahkan Ulama pun mengalami hal yang sama, seperti Tengku Abdullah Wahab Daud, guru mengaji dan Da’i/khatib di Masjid Baitul Mukmin, Lampoh Saka, Peukan Baru, Pidie, yang diculik dan disiksa aparat keamanan pada tanggal 30 April 1998 (Aceh Bersimbah Darah - Al Chaidar - Pustaka Al-Kautsar, 1999). Dan jangan lupakan trauma phsikis yang masih tertanam di warga Aceh hingga saat ini.
Menurut buku tersebut juga, orang-orang yang bertanggung jawab atas apa yang terjadi selama DOM di Aceh adalah,
Soeharto (Presiden 1966-1998),
Jend. (Purn) L.B. Moerdani (Pangab, 1983 -1988),
Jend. (Purn) Try Sutrisno (Pangab, 1988-1993),
Letjen (Purn) Syarwan Hamid (Danrem 011/Lilawangsa Aceh 1989, Kassospol ABRI 1996),
Jend. (Purn) Feisal Tanjung (Pangab, 1993 -1998),
Mayjen (Purn) H.R. Pramono (Pangdam I/Bukit Barisan 1990-1993),
Letjen. (Purn) Prabowo Subianto (Danjen Kopassus) dan
Ibrahim Hasan (Gubernur Aceh 1986-1991).
Rezim Suharto juga melancarkan genosida atas Muslim Aceh. Yang terkenal adalah masa DOM atau Operasi Jaring Merah (1989-1998). Banyak peneliti DOM sepakat jika kekejaman rezim ini terhadap Muslim Aceh bisa disetarakan dengan kekejaman yang dilakukan Milisi Serbia terhadap Muslim Bosnia di era 1990-an. Wilayah NAD yang sangat luas, sekujur tanahnya dijadikan kuburan massal di sana-sini. Muslim Aceh yang berabad-abad hidup dalam izzah Islam, dihinakan oleh rezim fasis Suharto serendah-rendahnya.
Jika Kamboja di bawah rezim Pol Pot dikenal memiliki The Killing Fields atau Ladang pembantaian, maka di Aceh dikenal pula Bukit Tengkorak. Di Aceh, jumlah ladang pembantaian yang besar ada 35 titik, ini jauh lebih banyak ketimbang ladang pembantaian yang ada di Kamboja.
Sejarah juga mencatat, bagaimana rezim Suharto juga membantai umat Islam diluar Aceh.
Pada tanggal 12 September 1984. Militer membubarkan demonstran umat Muslim di Tanjung Priuk, dengan menembakkan peluru tajam yang mengakibatkan 400 – 700 nyawa mati syahid termasuk Ustad Amir Bikhi, (Kesempatan yang Hilang - J. Fabian Junge - Janji yang tak Terpenuhi, Pengadilan HAM Ad Hoc untuk Kejahatan di Tanjung Priok 1984, 2008).
Hal sama terjadi di Talang Sari Lampung pada 7 Februari 1989. Serangan militer disitu mengakibatkan lebih dari 250 umat Islam tewas. Termasuk wanita dan anak2 yg tewas didalam Mushala yg dibakar.
DOM di Aceh berhenti tidak lama setelah Soeharto nyungseb, saat mahasiswa melakukan gerakan Reformasi 1998. Pada 7 Agustus 1998. Menhankam/pangab Jenderal TNI Wiranto menyatakan segera menarik pasukan dari Aceh sebagai mengakhiri operasi militer. Wiranto juga memohon maaf atas kejadian DOM Aceh yang kemudian disusul permintaan maaf oleh Presiden Habibie. Sedangkan Prabowo sendiri, baru meminta maaf pada tgl 12 Maret 2014 di Stadion Tunas Bangsa, Lhokseumawe, saat kampanye Pilpres tahun 2014 di Propinsi NAD
Alfian Hamzah, seorang jurnalis, menulis laporan tentang operasi militer di Aceh. Alfian Hamzah menulis tentang kehidupannya selama 3 bulan bersama Batalyon Infantri 521/Dadaha Yodha. Di sana dia berkenalan dengan Rokhim, prajurit yang pada tahun 1997 diterjunkan ke Aceh sebagai bagian dari Pasukan Rajawali.
Rokhim masih ingat, sebelum berangkat dia mendapat pengarahan dari komandan Kopassus, Mayjen Prabowo Subianto, “Prajurit saya harus seperti Hanoman. Tidak boleh sombong. Berani … Kalau dapat satu pucuk M-16, saya bayar Rp 5 juta, kalau SP (senjata kayu) Rp 1 juta. Kalau dapat gembongnya GPK Rp 100 juta.
Saya akan datang ke tempat TKP. (Jika) Saya tidak bisa datang, kirim kepalanya!”
Zonk, tanyakan pada majikanmu itu, bagaimana rasanya memotong kepala seorang manusia yang kebetulan seagama denganmu.
-TYVa-

Sumber Kata Kita 

FOTO LANGKA Tentara Belanda Meninggalkan Yogyakarta

SoekarnoPada tanggal 25 Juni 1949, rombongan pasukan Belanda pertama telah meninggalkan daerah Yogyakarta. Gelombang pertama adalah pasukan-pasukan yang berkedudukan di Wonosari, bagian Yogya sebelah timur. Para pasukan tersebut diangkut dengan menggunakan truk-truk dengan kawalan bren carrier seperti yang nampak disini.
Pemberangkatan tentara belanda dari Wonosari ini disaksikan oleh kolonel Van Langen, seorang komandan tentara Belanda yang ada di Jogja dan opsir-opsir dari UNCI atau United Nations Commisioner for Indonesia (PBB). Tidak ada satupun insiden yang terjadi pada hari itu.

Politik Etnis Tionghoa Indonesia




KH Abdurrahman Wahid adalah seseorang yang berasal dari etnis Tionghoa pertama yang menjadi Presiden RI. Beliau adalah keturunan dari Tan Kim Han yang menikah dengan Tan A Lok, saudara kandung Raden Patah pendiri Kesultanan Demak. Raden Patah sendiri nama aslinya adalah Tan Jin Bun atau Tan Eng Hwa. Tan A Lok dan Tan Jin Bun ini adalah anak dari puteri Tiongkok yang menjadi selir Raden Brawijaya V.

Tan Kim Han menurut hasil penelitian ahli sejarah Perancis Louis-Charles Damais tidak lain adalah Syekh Abdul Qodir Al-Shini yang diketemukan makamnya di Trowulan.

Lahirnya Indonesia


AR Baswedan adalah seorang wartawan berdarah Arab yang bekerja di koran  Sin Po, milik temannya yang berdarah Tionghoa. AR Baswedan dan Liem Koen Hian adalah teman seperjuangan. Mereka berdua adalah anggota BPUPKI - Founding Fathers RI yang men draft UUD 1945. Yang Tionghoa di BPUPKI ada Liem Koen Hian, Tan Eng Hoa, Oei Tjong Hauw, dan Oei Tiang Tjoei dari 68 anggota. 
Keturunan Arab cuma ada 1 yaitu AR Baswedan dan perwakilan dari Indo Eropa ada 1, yaitu PF. Dahler.

Liem Koen Hian pendiri Partai Tionghoa Indonesia pendukung kemerdekaan RI di tahun 1932. Kemudian sahabat dekatnya, AR Baswedan mendirikan Partai Arab Indonesia di tahun 1934 dengan gagasan sama, kemerdekaan Indonesia. Hanya segelintir orang keturunan Tionghoa yang gencar memperjuangkan nasionalisme Indonesia. Liem Koen Hian salah satunya. Puluhan tahun dia memperjuangkan bangsa Indonesia yang merdeka. Dia mempropagandakan orang keturunan Tionghoa adalah orang Indonesia. Liem layak disebut bapak asimilasi. Namun sungguh tragis di akhir hidupnya, Liem dikecewakan bangsanya dan meninggal sebagai orang asing dinegeri kelahirannya.

Kalau di PPKI ada 1 Tionghoa namanya Dokter Yap Tjwan Bing. Oleh Walikota Solo Joko Widodo dijadikan nama jalan di Solo menggantikan nama Jalan Pejagalan. Kalau orang yang merekam pertama kali lagu Indonesia Raya dan dikejar-2 Belanda bernama Yo Kim Tjan pemilik Toko Populair di Pasar Baru, Batavia. Rekaman dilakukan tahun 1926, sebelum Sumpah Pemuda 1928. Setelah situasi aman, kembali ke Jakarta dan Proklamasi diadakan di tempat yang sekarang menjadi Tugu Proklamasi.

Selanjutnya Sumpah Pemuda 1928 diadakan di Jalan Kramat Raya 106, dirumah Sie Kok Liong. Rumah Sie Kok Liong juga dihuni oleh M. Yamin, Asaat, Amir Sjarifudin, Soegondo Djojopoespito, Setiawan, Soejadi, Mangaradja Pintor, A.K. Gani, Mohammad Tamzil dan Assaat dt Moeda. Ada 3 pemuda Tionghoa Sumsel di Sumpah Pemuda 1928.

Sehari sebelum Proklamasi 17 Agustus 1945, Bung Karno dan Bung Hatta diamankan di rumah Djiaw Kie Siong di Rengasdengklok. Hingga sekarang, rumah tersebut masih berdiri dan dijadikan cagar budaya bersejarah.

Naskah lagu Indonesia Raya pertama kali diterbitkan di Indonesia jaman penjajahan oleh Koran Melayu Tionghoa Sin Po, sebagai edisi khusus Oktober 1928 bersama Sumpah Pemuda.

Lahirnya Indonesia dibidani oleh semua kelompok, tidak ada yang lebih berjasa dan tidak ada yang tidak berkorban dalam berbagai bentuk. Mari saling menghargai dan menyayangi. (KLVD)

Menteri Indonesia yang Terlupakan


Soekarno di dalam istana kepresidenan berkata : “Saya panggil Mr. Oei untuk diangkat menjadi Menteri yang akan membantu Presiden dan Presidium (Dr. Subandrio, Dr. Leimena, dan Chaerul Saleh). Bagaimana?” Oei Tjoe Tat menjawab polos, “Mengagetkan, tak pernah saya impikan dan inginkan.” Rupanya Bung Karno tidak berkenan dengan jawaban itu, sehingga memberondong Oei dengan pertanyaan yang bertujuan menguji loyalitasnya sebagai kader Partindo, ketaatannya kepada Presiden Republik Indonesia dan Pemimpin Besar Revolusi, dan sebagainya, dan sebagainya. Oei Tjoe Tat pun akhirnya menerima baik pengangkatan itu. Apalagi setelah Bung Karno dengan suara berat berkata, “Sayalah yang menentukan kapan Bangsa, Negara, dan Revolusi memerlukan Saudara, bukan Saudara sendiri.”

Terakhir, Oei Tjoe Tat kembali bikin "PERKARA” dengan Bung Karno, ketika ia melontarkan pertanyaan, “Apakah nanti sebagai Menteri Republik Indonesia saya sebaiknya mengganti nama, dan apakah Presiden berkenan memilihkan nama baru saya?” 
Muka Bung Karno sontak merah, dan berkata meledak-ledak, “Wat? Je bent toch een Oosterling?... Heb je gen respect meer voor je vader, die je die naam heft gegeven…” (Apa?... Kamu kan orang Timur, Apa kamu sudah kehilangan hormat pada ayahmu, yang memberi kamu nama itu?...” 
Jawaban Bung Karno ditangkap jelas oleh Oei Tjoe Tat, bahwa Presiden Sukarno bukan rasialis. Sepulang dari Bogor dan menceritakan pengalamannya itu, istrinya hanya melongo.


Soekarno Mendobrak PBB

Salah satu yang tampak terlihat dari sosok Presiden Soekarno adalah percaya diri. Soekarno adalah salah satu contoh pemimpin dunia yang berani mendobrak dan membuat gebrakan-gebrakan spektakuler yang mengagumkan dan ditakuti oleh dunia internasional. Mau tidak mau, aturan di dunia internasional, akan tunduk dan mengikuti aturan yang dibuat oleh bung Karno. Tidak hanya di negara dunia ketiga (negara-negara yang tetap tidak selaras dengan baik terhadap NATO (dengan Amerika Serikat, negara-negara Eropa Barat dan sekutu yang mereka wakili sebagai Dunia Pertama), atau Blok Komunis (dengan Uni Soviet, Cina, Kuba, dan sekutu yang mereka wakili sebagai Dunia Kedua).

Negara adidaya pemimpin negara-negara didunia seperti Amerika pun, akan berpikir seribu kali, jika berhadapan dengan Soekarno. Disetiap kunjungan kenegaraan presiden Soekarno di berbagai negara, akan selalu menjadi berita utama dalam media massa negara yang dikunjunginya dan negara-negara tetangga sekitarnya.

Soekarno Berpulang

Detik-detik terakhir bung Karno adalah peristiwa yang sangat menyedihkan bagi bangsa Indonesia, karena dari sanalah awal mula runtuhnya wibawa bangsa di mata nasional dan internasional. Tidak ada lagi yang berani berteriak menggelegar, menggeledek menggertak dan menghadapi gertakan Amerika, PBB serta kalimat-kalimat ganyang Malaysia yang membuat kita merasa merinding sekaligus bangga menjadi bangsa Indonesia.

Soekarno Meminang Rahmi Untuk Hatta


Jalan Pajajaran Bandung, ketika jaman dahulu masih bernama Burgemeester Coopweg 11 kedatangan seorang tamu yaitu, Bung Karno.

Dalam kunjungan dan pertemuan tersebut, Bung Karno yang kelak dikemudian hari menjadi salah satu proklamator Indonesia tersebut mengajukan pertanyaan kepada sang tuan rumah, "Siapakah gadis tercantik di Bandung ?".

Sang tuan rumah pun berusaha menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh bung Karno, "Siapa ya ?... Olek, puteri ibu Dewi Sartika. Meta Sam Joedo, anak seorang dokter terkenal di Bandung. Mieke, yang masih kerabat dokter Sam Joedo. Kenapa ?..... Ada apa mas ?..... Koq tanya-tanya soal gadis cantik ?.....".

Soekarno dan Mahasiswa


Delegasi KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia), bertemu dengan Presiden Soekarno untuk yang kedua kalinya pada hari Selasa, 18 Januari 1966. Pada hari sebelumnya 15 Januari 1966, adalah pertemuan yang pertama dan hanya berlangsung singkat saja yang saat itu bertepatan dengan Sidang Paripurna Kabinet serta penurunan harga.

Soekarno Bukanlah Komunis


Katerlibatan Presiden Soekarno dengan komunis sering terdengar dan bahkan tak jarang Soekarno juga dituding sebagai komunis oleh awal-awal berdirinya kekuasaan Orde Baru Soeharto.
Kenapa hal seperti itu di hembuskan kepada masyarakat Indonesia waktu itu dan hingga sampai pada hari ini, masih banyak yang menganggap kalau Soekarno adalah seorang komunis.

Jawabanyya adalah, karena bangsa Indonesia sangat relijius dan tidak bisa menerima kehadiran komunisme. Maka, dengan isu dan fitnah kalau Soekarno adalah seorang komunis, pasti akan mudah melepaskan dan melupakan seorang bapak pendiri negeri serta menghapuskan sosok kepahlawanan bangsa yang sebetulnya, itu adalah salah satu sarana pengikat persatuan dan kesatuan bangsa. Ikatan-ikatan batin masyarakat Indonesia terhadap Founding Father menjadi kendur dan lepas, melalui isu tuduhan keji yang di hembuskan Orde Baru beserta antek-anteknya.

Presiden Soekarno lahir bukanlah seorang yang lahir dari keluarga "pak haji". Ibunya berasal dari Bali, yang sebelumnya memeluk agama Hindu sebagai keyakinannya dan ayahnya, adalah seperti kebanyakan pemeluk gama Islam Jawa tempo doeloe, yakni seorang muslim "abangan". Beliau mengenal rukun Islam, beliau juga menjalankan kewajiban-kewajiban seperti ajaran dalam agama Islam, beliau juga masih menjaga tradisi adat istiadat Jawa kuno seperti, perhitungan hari, mitoni (selamatan wanita hamil & bayi dalam kandungan), selamatan orang meninggal, dll.

Soekarno mulai mengenal Islam lebih dalam pada usia 15 tahun, ketika duduk dibangku HBS (Holland Burger School). Saat itu yang mengajarkan tentang hal keislaman adalah HOS. Tjokroaminoto. Bahkan, Soekarno kecil pun juga termasuk rajin dalam pengajian-pengajian Muhammadiyah di gang Paneleh , Surabaya tempatnya mondok di rumah keluarga Tjokroaminoto. Sekali dalam sebulan, Soekarno kecil mengaji hingga larut malam.

Pendalaman Soekarno tentang Islam semakin ia perdalam di tahun 1928, ketika dia berada di dalam sel 233, penjara Sukamiskin di Bandung. Segala macam suber bacaan yang berkaitan dengan politik tidak diperbolehkan. Maka, Soekarno lebih memperdalam Al Quran di dalam sel nomor 233 tersebut. Dalam biograi Soekarno yang ditulis oleh Cindy Adam, Soekarno tak pernah meninggalkan kewajiban sholat 5 waktu dalam sehari.

 Dan Soekarno selalu menjawab segala sesuatu dengan "Insya Alloh (kalau Alloh menghendaki)". Mungkinkah bagi seseorang yang melakukan kewajiban sholat 5 kali dalam sehari, bersujud dan menyebut nama Alloh SWT adalah seorang komunis ?..... Tanyalah dia, "Hei Soekarno, apakah engkau akan pergi ke Bogor minggu ini ?...", dan Soekarno akan menjawab "Insya Alloh (kalau Alloh menghendaki)". Apakah orang yang seperti ini pantas disebut sebagai seorang komunis, oleh mereka, orang-orang yang mengaku beragama ?........

Bertahun-tahun ia hidup dibalik teralis besi penjara. Dikegelapan malam, ia mengintip bintang-bintang dilangit dari lubang kecil penjara, mengintip sinar rembulan yang melintas. Masa-masa dimana Soekarno, tidak dapat menyaksikan secara jelas indahnya sinar bulan purnama dan kerlap-kerlip bintang di langit. Soekarno hanya mampu pasrah. Ia tak tahu nasib apalagi yang akan ia temui setelah fajar terbit pagi nanti. Dalam kisahnya, Soekarno menuturkan bahwa, dalam keadaan seperti itulah, sholat lail (sholat malam) nya menjadi lebih khusyuk dan dirinya menjadi sangat begitu dekat dengan Alloh SWT.

Pendalaman dalam membaca Al Quran yang terus menerus menyebabkan Soekarno berada dalam kesadaran tinggi. Soekarno mampu memahami betul arti dari kehidupan. Tuhan tidak terhingga, melebihi batasan akal manusia dan meliputi seluruh jagat semesta. Ia Maha Kuasa, Maha Ada , Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, menjaga kita, membimbing kita dan melindungi kita. Apakah orang yang seperti ini pantas disebut sebagai seorang komunis, oleh mereka, orang-orang yang mengaku beragama ?........


Pada kesadaran tinggi yang sedemikian hebatnya, Soekarno bertobat dan menjadi se-insyaf-insyafnya manusia, bahwa tidak ada suatu apapun yang pantas untuk di takuti dimuka bumi ini, karena sesungguhnya Tuhan tidak jauh dari kesadarannya. Yang selalu ia alakukan adalah selalu bermunajat menyebut nama-NYA dan Soekarno pun memasrahkan setiap derap langkahnya supaya selalu mendapat perlindungan, bimbingan dan pertolongan, dalam menggelorakan revolsi kemerdekaan bagi negeri yang ia cintai.