google.com, pub-8027005344017676, DIRECT, f08c47fec0942fa0

Soekarno Berpulang

Detik-detik terakhir bung Karno adalah peristiwa yang sangat menyedihkan bagi bangsa Indonesia, karena dari sanalah awal mula runtuhnya wibawa bangsa di mata nasional dan internasional. Tidak ada lagi yang berani berteriak menggelegar, menggeledek menggertak dan menghadapi gertakan Amerika, PBB serta kalimat-kalimat ganyang Malaysia yang membuat kita merasa merinding sekaligus bangga menjadi bangsa Indonesia.


Apapun yang terjadi pada nasib bangsa Indonesia, sejarah akan terus dan tetap mencatat untuk dapat dijadikan pelajaran bagi generasi yang akan datang. Suka ataupun tidak, mau ataupun tidak, Soekarno adalah alah satu tokoh penting Indonesia yang memiliki peran penting sekaligus pernah mewarnai jalannya sejarah Indonesia.
Mulai hari Selasa-Kliwon, 16 Juni 1970, pada sekitar pukul 20.15 WIB, bung Karno mulai dibawa ke Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD). Tentang masalah ini, ada banyak sumber yang menyebutkan dengan versi berbeda. Salah satunya adalah dengan tandu rumah sakit, Soekarno di bawa paksa. Dewi Soekarno menegaskan, bahwa menurut keterangan militer, Soekarno terpaksa dibawa ke rumah sakit akibat mengalami koma.


Akan tetapi, Dewi mendapat informasi yang berbeda yaitu, setelah menghadiri acara perikahan, Guntur Soekarnoputra, bung Karno dipaksa secara kasar untuk diangkut menggunakan tandu, dan militer yang ditugaskan tersebut tidak tidak menghiraukan penolakan bung Karno. Kemudian bung Karno dipaksa secara kasar juga, ketika hendak masuk kedalam mobil dengan pengawalan ketat tersebut. Bahkan, ketika berada didalam mobil, dirinya melambaikan tangannya kepada rakyatnya, milier menarik tangan bung Karno secara kasar.

Rachmawati Soekarnoputri, adalah salah satu puteri bung Karno yang paling sering mendampingi pada detik-detik akhir hayat bung Karno. Saat mengetahui bapaknya dibawa ke Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD), Rachmawati segera menyusul dan terjadilah umpatan-umpatan terhadap militer saat itu, karena bapaknya yang sudah sakit parah, masih di jaga ketat layaknya seorang pelarian.

Situasi saat itu serba membingungkan, disebuah ujung ruangan berwarna abu-abu rumah sakit tersebut, bung Karno terbaring lemas tak berdaya. Bung  Karno di infus dan menggunakan masker oksigen untuk memperlancar pernafasannya. Tidak ada penanganan khusus bagi pasien yang notabene adalah seorang Pemimpin Besar Revolusi Indonesia. Tidak ada keterangan dari pihak rumah sakit tentang keadaan pasien yang koma.

Keadaan Soekarno menurut kesaksian Iman Brotoseno, "Lelaki yang pernah sangat jantan dan memiliki wibawa, dan karenanya ia banyak di kagumi oleh perempuan seantero jagad. Sekarang tak ubahnya seperti sosok mayat hidup. Tak ada lagi wajah gantengnya. Wajah yang dihiasi gigi gingsulnya telah membengkak, tanda bahwa racun telah menyebar kemana-mana. Bukan hanya bengkak, tapi penuh lubang seperti permukaan rembulan.  Mulutnya yang dahulu mampu menyihir jutaan rakyat dengan pidato-pidatonya yang memukau, kini hanya tertutup rapat dan kering, sebentar-sebentar bibirnya gemetaran menahan sakit. Kedua tangannya yang dulu mampu meninju langit dan mencakar udara, kini tergolek lemas".



Sebelumnya, pukul 07.30, atau 30 menit setelah berpulangnya Bung Karno ke Rahmatullah, Soeharto dan Ibu Tien datang ke RSPAD. Dan hari itu, menjadi pertemuan terakhir setelah Soeharto menjatuhkan Bung Karno.

Sebelumnya, Soeharto hanya mendapat berita kematian Soekarno dari para petugas. Dalam beberapa kesempatan, sikap Soeharto terhadap Sukarno dikatakannya sebagai “mikul dhuwur, mendem jero”. Falsafah Jawa itu sejatinya mulia, karena mengandung makna menghormati setinggi-tingginya, dan menyimpan atau mengubur aib sedalam-dalamnya. Falsafah itu oleh Soeharto diartikan dengan mengasingkan Sukarno, dan “membunuhnya” pelan-pelan dalam kerangkengan kejam di Wisma Yaso hingga menjelang ajal.


Tanggal 22 Juni, atau sehari setelah kematiannya, jenazah Sukarno dibawa ke Blitar, Jawa Timur lewat Malang. Sholat jenazah sudah dilakukan malamnya, dengan imam Menteri Agama KH Achmad Dahlan, sedang sholat jenazah oleh rakyat, diimami Buya Hamka.
Soekarno lemas tak berdaya, seperti keadaan negeri yang ia cintai, Indonesia. Tidak akan ada lagi yang berani berteriak menggelegar, menggeledek menggertak dan menghadapi gertakan Amerika, PBB serta kalimat-kalimat ganyang Malaysia yang membuat kita merasa merinding sekaligus bangga menjadi bagian dari bangsa Indonesia. Penggantimu sama sekali tidak mampu menyamai apalagi menandingimu.




Sumber: Pena Soekarno

0 komentar:

Posting Komentar

Aku bersemboyan, Biar melati dan mawar dan kenanga dan cempaka dan semua bunga mekar bersama di taman sari Indonesia.
[Pidato HUT Proklamasi, 1964_Soekarno]