google.com, pub-8027005344017676, DIRECT, f08c47fec0942fa0

GREEN HILTON AGREEMENT 1963 (PERJANJIAN JENEWA)


JASMERAH ( Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah ) adalah istilah/slogan/petuah Bung Karno kepada rakyat Indonesia.....dalam berbagai pidato dan dibukunya yang berjudul "Dibawah Bendera Revolusi" . Kemudian pada tahun 1966, Soekarno berkata : "Abraham Lincoln, berkata: "one cannot escape history, orang tak dapat meninggalkan sejarah", tetapi saya tambah : "Never leave history". inilah sejarah perjuangan, inilah sejarah historymu. Peganglah teguh sejarahmu itu, never leave your own history! Peganglah yang telah kita miliki sekarang, yang adalah AKUMULASI dari pada hasil SEMUA perjuangan kita dimasa lampau. Djikalau engkau meninggalkan sejarah, engkau akan berdiri diatas vacuum, engkau akan berdiri diatas kekosongan dan lantas engkau menjadi bingung, dan akan berupa amuk, amuk belaka. Amuk, seperti kera kejepit di dalam gelap. (Soekarno, 17 Agustus 1966)



"Considering this statement, which was written and signed in Novemver, 21th 1963 while the new certificate was valid in 1965 all the ownership, then the following total volumes were just obtained." Itulah sepenggal kalimat yang menjadi berkah sekaligus kutukan bagi bangsa Indonesia hingga kini. Kalimat itu menjadi kalimat penting dalam perjanjian antara Presiden Amerika Serikat John F. Kennedy dengan Soekarno pada 1963.

Banyak pengamat Amerika melihat perjanjian yang kini dikenal dengan nama "The Green Hilton Agreement" itu sebagai sebuah kesalahan bangsa Amerika. Tetapi bagi Indonesia, itulah sebuah kemenangan besar yang diperjuangkan Bung Karno. Sebab volume batangan emas tertera dalam lembaran perjanjian itu terdiri dari 17 paket sebanyak 57.150 ton lebih emas murni.


Marilah kita sejenak merenungkan makna dari Jasmerah, Bung Karno sengaja mengingatkan kepada rakyat kita bahwa Bangsa Indonesia adalah Bangsa yang Besar. Mulailah kita menengok ke belakang tentang Sejarah Bank Indonesia sekarang . Asal mulanya Bank Indonesia berdiri sejak jaman Belanda, yaitu Berdasarkan banyaknya batangan emas yang menjadi alat bayar di kerajaan-kerajaan di Indonesia era penjajah Belanda mendorong pihak VOC untuk mendirikan Bank Sentral yang diberi nama De Javasche Bank (DJB) yang berkedudukan di Jakarta.


Harta kekayaan kerajaan itu banyak tersimpan di DJB baik oleh kerajaan sendiri maupun diambil paksa oleh VOC. Nah, sebelum dinasionalisasi pada era kemerdekaan tahun 1950-an, para petinggi VOC berhasil membawa kabur kekayaan tersebut ke negerinya. Ingat, hingga saat ini VOC belum bubar, karena sekitar lima tahun silam VOC sempat memperinhgati HUT ke 415. Dan DJB di luar negeri tidak berhasil dinasionalisasi oleh Bung Karno. Ketika DJB mau dinasionalisasi pun terjadi pertentangan hebat antara Amir Syarifuddin dan Bung Karno. Bagi Bung Karno yang berbau Belanda harus dinasionalisasi dan tidak ada tawar-menawar untuk itu. Amir Syarifuddin tidak setuju. Karena Bung Karno adalah Presiden RI, maka tentu Bung Karno lah yang memenangkan pertarungan pendapat itu. Namun sayang, ketika DJB sudah menjadi Bank Indonesia, harta yang terkandung di dalamnya terlah raib. Tak hanya itu, batangan emas itu memang sejak lama telah diangkut oleh VOC ke Belanda. Namun sayang, ketika Belanda kalah perang dengan Jerman, maka harta itu dibawa oleh Jerman. Pada perang dunai kedua, Jerman dikalahkan Amerika, maka sebagai harta pampasan perang, bongkahan emas itu kemudian di bawa ke Amerika Serikat dan dijadikan modal untuk mendirikan bank sentral negeri Paman Sam itu yang kemudian bernama Federal Reserve (FED).


Bank sentral AS memang unik, statusnya tidak sama dengan Bank Indonesia sebagai milik negara. FED adalah milik swasta, bukan milik negara Amerika Serikat. Indonesia kemudian diakui sebagai pemegang sahamnya setelah Bung Karno berhasil mengklaim bahwa harta itu berasal dari Indonesia. Hal itu dikukuhkan dalam Hilton Agreement antara Bung Karno, AS dan Eropa tahun 1961. Hanya saja, di dalam perjanjian itu tidak mencantumkan keharusan bagi AS untuk mengembalikan harta itu kepada bangsa Indonesia, yang ada hanya pengakuan atas kekayaan. Tapi, bagi Bung Karno saat itu sudah menjadi kemenangan diplomatik yang luar biasa. Perjalanan selanjutnya, Bung Karno diakui sebagai wakil Indonesia dalam urusan ini yang dihimpun oleh Heritage Foundation dalam bentuk rekening khusus yang tidak lazim dalam dunia perbankkan. Account khusus itu, salah satu yang berhak mencairkan adalah harus atas persetujuan Bung Karno. Yang paling menarik dari account khusus di FED ini adalah, ada pasal yang menyatakan bahwa kekayaan yang ada di dalamnya tidak bisa dijamah oleh perpajakan dan otoritas lembaga keuangan oleh negara manapun.


Sehingga pengusaha kaya Amerika, Yahudi dan Arab meneitipkan kekayaan mereka di account khusus ini pada periode selanjutnya. Akhirnya, semakin membesarlah dana dalam Heritage Foundation ini. Lama kelamaan, nilai uang yang ada pada account khusus ini menumpuk dan stagnand. Donald Trump, sebagai salah satu pengusaha AS yang turut menitipkan uangnya pada account khusus ini pun goyah. Karena Donald Trump memang pernah menggunakan dana dari Indonesia ini, karena waktu itu pengusaha ini sempat dekat dengan Soeharto. Pengusaha Arab adalah ayahnya Dody Al Fayed, yang mati bersama Lady Diana (Inggris).


Pengusaha kaya Arab ini sempat mondar-mandir untuk mencairkan uangnya di FED itu. Tetapi tidak berhasil. Megawati pun ketika menjadi Presiden mencoba untuk mencairkan harta Bung Karno di UBS Swiss, tetapi tidak berhasil, karena Mega tidak tau rekening khusus Bapaknya di FED ini. Sebab sejak awal Bung Karno menyatakan bahwa keluarganya tidak ada yang paham tentang rekening khusus ini. Bagi saya, ada yang belum jelas bagaimana mekanisme account khusus ini bekerja, sehingga kemudian meliibatkan banyak pihak termasuk harus menggunakan Restu Vatikan. Logika yang saya ambil adalah, bahwa pembuatan account khusus itu berdasarkan perjanjian yang mana perjanjian itu disaksikan dan disahkan oleh lembaga yang moralnya tinggi, yaitu Sri Paus. Account itu menjadi unik selama 400 tahun.


Nah, inilah yang oleh pihak IMF, World Bank dan lembaga lainnya disebut sebagai aset-aset bermasalah yang tidak lazim dalam dunia bank. Karena dana-dana itu, dana bangsa Indonesia yang kemudian tercampur dengan dana bangsa lain, tidak bisa dicairkan begitu saja. Dan kemudian menjadi tempat perlindungan para mangkir pajak di negaranya. Melihat situasi dunia gawat begini, maka pihak IMF dan World Bank minta agar AS dan Eropa dapat mencarikan sumber dana baru bagi penyelamatan ekonomi dunia. Karena pihak Indonesia yang menjadi salah satu pihak yang berhak mencairkan, tidak pernah ketemu siapa orangnya setelah Bung Karno wafat, maka mereka harus mencari jalan lain, yakni tidak berdasarkan prosedural, atau mereka gunakan jalur pintas atau penakan dengan logika sebuah keniscayaan untuk menyelematkan ummat manusia.

Lihatlah berita tersebut menyatakan bahwa sumber dana baru itu akan cair paling lambat 2010 mendatang, karena memang setelah surat Sri Paus Vatikan meneken surat itu membutuhkan sedikitnya satu tahun untuk mencairkannya. Setahun silam, saya bertemu dengan tokoh Yahudi di Jawa Tangah yang berpakaian Arab. Dia mencari orang yang dipercayakan Bung Karno untuk hal ini. Karena dia menurutnya, diberi deadline oleh organisasinya untuk menemukan orang itu paling lambat akhir Desember 2008. Namun, dia tidak menemukannya.
Uniknya, seorang SBY pun tidak bisa mencairkan uang ini, karena kekayaan tersebut bukan punya pemerintah atau punya negara tertentu, tetapi disebut sebagai "punya bangsa" atau "harta rakyat" Indonesia. Tetapi orang kepercayaan Bung Karno yang saya temui itu pun, tidak mau pergi sendirian ke FED, karena pasti dia akan dihabisi. Dia minta perlindungan diplomatik oleh Pemerintahan SBY, tetapi SBY dan orang-orang sekitarnya tidak percaya status orang ini. Maka waktu pun terus berlalu dan tekanan internasional pun semakin besar, terpaksa jalan pintas.

Lalu apa bedanya pakai jalan pintas dengan jalan prosedur pencairannya. Kalau jalan pintas, maka dana tersebut akan dikuasai oleh AS dan Eropa saja, karena memang sejak lama mereka memimpikannya, termasuk Belanda. Kalau menggunakan jalan prosedur, maka hitungannya ada jatah Indonesia yang sangat besar, sehingga bisa membangun Indonesia kayak AS, karena mimpinya Bung Karno ketika itu, Indonesia harus menjadi negara super power generasi berikut.

1 komentar:

Aku bersemboyan, Biar melati dan mawar dan kenanga dan cempaka dan semua bunga mekar bersama di taman sari Indonesia.
[Pidato HUT Proklamasi, 1964_Soekarno]