google.com, pub-8027005344017676, DIRECT, f08c47fec0942fa0

Dari Menteng Menuju Gestok

 Sejumlah saksi telah menyampaikan tentang keterlibatan Aidit atas rencana Gerakan 30 September. Apakah D.N Aidit benar-benar terlibat ?..... Dan sejauh manakah keterlibatan Aidit dalam upaya aksi tersebut ?.... Sesungguhnya, apa peran Aidit dalam peristiwa berdarah 30 September 1965, yang masih menyimpan tanda tanya besar. Sebuah tragedi yang memakan jutaan jiwa rakyat tak berdosa. Apakah benar, Aidit menjadi dalang peristiwa berdarah tersebut ?.... Sungguh tragedi berdarah tersebut merupakan pelajaran berharga bagi kita semua, bangsa Indonesia.

Para sejarawan dan orang-orang dikalangan militer meyakini, bahwa aksi yang menimpa ketujuh Jenderal Angkatan Darat pada 30 September 1965 ada keterlibatan PKI, dan Dipa Nusantara Aidit selaku ketua umum Comite Centeral dituduh menjadi otak dibalik peristiwa biadab tersebut.

Adik Dipa Nusantara Aidit, Murad menceritakan: “Pada “malam berdarah” itu, tak ada tanda-tanda atau kegiatan khusus dirumah Aidit”. Menjelang peristiwa berdarah 30 September 1965 itu pun, Murad dipesan untuk mematikan lampu, karena hari  itu, Murad juga sedang menginap dirumah kakaknya, di Pegangsaan Barat, Jakarta Pusat. Murad tidak yakin jika kakaknya melakukan penculikan dan pembunuhan terhadap ketujuh Jenderal tersebut. Dan Murad juga yakin bahwa, ada penghianat dalam tubuh Partai Komunis Indonesia.

Dipa Nusantara Aidit dunia mengawali sepak terjangnya dalam dunia politik, berawal dari asrama Menteng 31. Sebuah asrama para aktivis muda yang kritis, pada awal-awal kemerdekaan. Di asrama Menteng 31 inilah, pemuda-pemuda berkumpul seperti, Adam Malik, Sayuti Melik (pengetik naskah proklamasi), Anak Marhaen Hanafi (mantan Dubes RI untuk Kuba), Wikana, dll. Para kelompok Menteng 31 ini pernah menculik Presiden Soekarno untuk memaksanya segera memproklamirkan kemerdekaan Indonesia. Di asrama Menteng 31 ini, Aidit sangat dekat dengan Wikana, seorang pemuda sosialis.

Pemberontakan PKI Madiun pada 1948 juga menyeret nama Aidit . Setelah peristiwa Madiun, Aidit sempat pula di tangkap dan dimasukkan ke LP Wirogunan Yogyakarta.

Ketika terjadi Agresi Militer Belanda ke-II di Yogyakarta, Aidit berhasil kabur melarikan diri dari penjara dan menurut kabar berada di Vietnam Utara, ada pula yang menyebut dia ke Beijing-China. Meski kepergiannya banyak diragukan kebenarannya, sebenarnya Aidit hanya bolak-balik Medan-Jakarta saja.


Pertengahan 1950, Aidit mulai berani muncul lagi, saat itu usianya 27 tahun. Bersama Lukman (30), Sudisman (30) dan, Njoto (23), Aidit memindahkan kantor PKI yang semula berada di Jalan Bintaran Yogyakarta menuju ke Jakarta. Dalam kurun waktu inilah, awal mula sepak terjang Aidit dalam berpolitik sedang dimulai.

6 Juni 1953, PKI mengadakan gerakan melalui kader-kadernya untuk menimbulkan kerusuhan kaum petani di Tanjung Morowa, Sumatera Utara, dan berhasil melengserkan kabinet Wilopo dan kemudian PKI mengadakan konsolidasi. Keberhasilan ini membangkitkan semangat dan gairah baru ke tubuh PKI. Kemudian Aidit beserta kelompok pemuda, menyingkirkan dan mengambil alih Partai Komunis Indonesia dari tangan komunis-komunis tua.

1954, pada sebuah kongres, para komunis tua seperti Tan Ling Djie dan Alimin, resmi menyerahkan kepengurusan PKI ketangan para generasi muda. Pada konres tersebut, Aidit resmi dilantik menjadi Sekretaris Jenderal PKI. Setelah sukses menjabat sebagai SekJen PKI, kemudian Aidit menerbitkan sebuah dokumen perjuangan PKI berjudul: Jalan Baru Yang Harus Ditempuh Untuk Memenangkan Revolusi.

Aidit juga meningkatkan kekuatan partai dengan menjalin kerjasama dengan Partai Nasional Indonesia (PNI) yang kala itu diketuai oleh Sidik Djojosukarto. Aidit memilih PNI dikarenakan selain sama-sama anti kepada negeri barat, juga da  sosok Presiden Soekarno yang mampu diguakan untuk mengatasi desakan lawan politik PKI. Saat itu telah disepakati bahwa, Partai Nasional Indonesia (PNI) tidak akan mengganggu PKI dalam rangka membangun partai. Seorang diplomat senior asal Indonesia, Ganis Harsono menuliskannya dalam otobigrafinya.

Akibat strategi ini , menjadikan Presiden Soekarno sepert memihak dan melindungi PKI dan memberikan citra bahwa PKI adalah pendukung Revolusi dan Pancasila. Akhirnya, strategi Aidit inipun berhasil.


Pemilu 1955, Partai Komunis Indonesia masuk dalam empat besar peroleh suara pemilu terbanyak, setelah PNI, Masyumi dan Nahdlatul Ulama. Dimasa-masa inilah, Partai Komunis Indonesia (PKI) mengalami masa-masa kejayaannya. PKI menjadi partai komunis terbesar d negara non komunis dan terbesar ke tiga di dunia, setelah Rusia dan China, dan PKI terus mengalami kemajuan.

Pada tahun yang sama, PKI juga menerbitkan dokumen perjuangan yang berjudul: Metode Kombinasi Tiga Bentuk Perjuangan. Diawali dengan langkah pertama bergerilya didesa-desa yang dilakukan oleh kaum buruh dan tani. Kedua, kaum-kaum revolusioner di kota-kota, terutama kaum buruh dibidang transportasi seperti kereta api, Ketiga, pembinaan rutin dan terus-menerus dikalangan militer, yakni TNI.
Pada tahun 1964, PKI membentuk Biro Chusus Central yang diawahi langsung oleh Aidit sebagai ketua umum CC PKI. Biro Chusus Central ini bertugas merancang dan menyiapkan  perebutan kekuasaan serta menyusupkan ajaran-ajaran komunis ke dalam tubuh TNI. Biro Chusus ini dipimpin oleh Sjam Kamaruzzaman. Kurang dari setahun, Biro Chusus berhasil menyusup masuk ke tubuh Tentara Nasional Indonesia, terutama Angkatan Darat.

Juli 1965, tersiar kabar bahwa kesehatan Presiden Soekarno semakin memburuk. Politik Indonesia menjadi semakin panas. Dokter asal Tiongkok yang merawat Presiden Soekarno menyampaikan bahwa, cepat atau lambat, kondisi kesehatan Presiden Soekarno akan semakin memburuk dan meninggal dunia. Disaat genting seperti itu, berhembus isyu tentang Dewan Jenderal yang hendak menggulingkan Presiden Soekarno, yang saat itu sudah berstatus presiden seumur hidup.

Buku Putih G30 S/ PKI terbitan Sekretariat Negara (1994) menyebutkan bahwa, Aidit kemudian menyatakan, gerakan merebut kekuasaan harus lebih cepat, sebelum di dahului oleh Dewan Jenderal dan gerakan itu dikomando oleh Aidit dan Syam sebagai pimpinan pelaksana gerakan. Dewan Jenderal adalah istilah yang ditujukan kepada beberapa Jenderal yang diduga akan melakukan kudeta terhadap Presiden Soekarno.

Ketika sidang mahkamah Militer , Sjam mengaku, pada tanggal 12 Agusts 1965 di panggil Aidit. Dalam pertemuannya tersebut, Sjam diberi tahu keadaan Presiden Soekarno yang sedang sakit dan kemunginan Dewan Jendral beraksi mengambil alih, jika Presiden Soekarno wafat.  Aidit memerintahkan Sjam untuk memeriksa kekuatan PKI, sejak 6 September 1965, kemudian Sjam mengadakan rapat -rapat dirumahnya dan rumah Komandan Brigade Infantei I Kodam Jaya, Kolonel A. Latief. Dalam rapat tersebut, dihadiri pula oleh Komandan Batayon I Kawal Kehormatan Resimen Cakrabirawa, Letnan Kolonel Untung Syamsuri dan Komandan Pasukan Pengawal Pangkalan Halim Perdanakusuma, Mayor Udara Sudjono. 29 September adalah rapat terakhir mereka dan mereka sepakat, pada 30 September 1965, akan dimulai dan gerakan tersebut akan dipimpin oleh Letnan Kolonel Untung.

Dalam wawancara, 5 April 1999, A. Latief menyatakan, G30S dilakukan untuk menghindari kudeta Dewan Jenderal. "Kami dengar ada pasukan di luar Jakarta yang didatangkan dalam rangka defile Hari Angkatan Bersenjata dengan senjata lengkap. Ini apa?..... Mau defile saja, kok, membawa peralatan tempur berat," kata Latief.

Karena khawatir dan merasa akan  terjadi suatu hal, para perwira yang mengaku setia kepada Presiden Soekarno, memilih menjemput para jenderal yang "diduga" hendak mengambil alih kekuasaan untuk segera menghadap Presiden Soekarno.

Menurut A. Latief, tindakan tersebut telah di belokkan oleh Sjam.Rencananya akan dihadapkan hidup-hidup untuk menyelesaikan masalah, apakah benar, ada "Dewan Jenderal" yang hendak mengambil alih kekuasaan pemerintah, katanya.

Latief pun menceritakan, ketika pasukan Cakrabirawa pimpinan Doel Latief, anah buah Letkol Untung hendak berangkat menjemput para jenderal , tiba-tiba Sjam datang.

"Bagaimana jika para jenderal, menolak diajak untuk menghadap Presiden Soekarno," kata Doel Arief. Sjam-pun lantas menjawab, "Tangkap para jenderal hidup atau mati". Esoknya, Doel Arief menyampaikan laporannya kepada Latief dan Brigade Jenderal Soepardjo, bahwa tugas telah usai. "Mula-mula mereka saya salami semua, tapi kemudian Doel Arief bilang semua jenderal mati. Saya betul-betul kaget, tidak begitu rencananya," kata Latief yang tidak kenal dengan Aidit.


Aidit sama sekali tidak pernah mengeluarkan perintah tentang hal ini. Pada tanggal, 22 November 1965 malam, Aidit berhasil ditangkap di daerah Sambeng, Solo-Jawa Tengah dan tanpa melalui sidang, keesokan harinya Aidit langsung di eksekusi mati oleh tentara. 
Sebelum tertangkap oleh pasukan tentara yang dipimpin Kolonel Yasir Hadibroto, Aidit sempat membuat pengakuan sejumlah 50 lembar. Pengakuan ini kemudian sampai pada Risuke Hayashi, seorang koresponden Jepang yang bekerja pada Asahi Evening News, sebuah media berbahasa Inggris terbitan Tokyo.

Menurut koran Asahi Evening News, Aidit bertanggung jawab penuh atas tragedi 30 September 1965. Rencana kudeta tersebut telah memperoleh dukungan para pejabat, tokoh dan pengurus organisasi dibawah PKI lainnya. Aidit melakukan kudeta karena tidak puas atas sistem yang ada kala itu. Rencana kup (kudeta) awalnya disepakati pada tanggal 1 Mei 1965. Akan tetapi, anggota CC PKI seperti Njoto, Lukman Nyono dan Sakirman menentang karena persiapan masih minim dan belum saatnya. Kemudian musyawarah antara Letnan Kolonel Untung dengan beberapa pengurus partai memutuskan, Pemuda Rakyat dan Gerwani dikumpulkan di Pangkalan Halim Perdanakusuma dimulai pada tanggal 6 Juni 1965.

Sepulang dari lawatan Aidit dari Aljazair dan Beijing, Aidit lalu mengadakan rapat tertutup dengan Njoto, Lukman Brigjen Soepardjo dan Letkol Untung. Aidit mendapat berita bahwa Panglima Angkatan Darat Jenderal Achmad Yani akan memeriksa PKI karenadugaan kepemilikan senjata api ilegal. "Akhirnya kami mempercepat coup d`etat (kudeta)", kata Aidit. Akhirnya, keputusan jatuh pada hari Kamis-Kliwon, 30 September 1965.


Pada buku berjudul: Bayang-bayang PKI yang disusun oleh Tim Institut Studi Informasi (1999) disebutkan, bahwa Aidit mengetahui tentang adanya gerakan 30 September, dikarenakan Aidit telah membentuk dua organisasi yaitu PKI resmi dan PKI yang tidak resmi. Yang dianggap organisasi PKI tidak resmi adalah Biro Chusus. 

Sjam yang bertugas menyusup kedalam tubuh TNI serta mengabarkan hasilnya secara pribadi kepada Aidit. Akan tetapi, ternyata tidak semua hasil dilapangan, dilaporkan. Peran Aidit dalam gerakan 30 September, di tolak oleh Soebandrio. Menurut Soebandio (wakil perdana menteri era Soekarno), semenjak tersiar kabar kalau Presiden Soekarno sakit, Aidit justru lebih tahu, tentang keadaan Presiden Soekarno, yang sebenarnya adalah sehat-sehat saja dan tidak dalam keadaan sakit. Kabar yang tersiar tersebut adalah tidak benar.

Aidit pernah membawa seorang dokter asal Tiongkok yang tinggal didaerah Kebayoran Baru,kata Soebandrio. Soebandrio, Leimena dan dokter itu memeriksa dan mengetahui kalau keadaan Presiden Soekarno yang saat itu, hanya masuk mengalami angin biasa.

Dalam memoar Soebandrio, Kesaksianku Tentang G30 S, menyesalkan sikap pengadilan yang tidak memeriksa ulang kesaksian Sjam. Ada lima orang yang bisa dijadikan saksi: Presiden Soekarno, Aidit, dokter Tiongkol yang ia lupa namanya, Leimena dan dirinya sendiri.

Pada Agustus 1965, menurut Soebandrio ada kelompok siluman Soeharto (Ali Murtopo CS) yang tidak suka dan ingin segera menyingkirkan PKI. Cara-cara yang mereka gunakan adalah menghasut dan memprovokasi agar supaya PKI segera menyerang tentara Angkatan Darat. Njoto pun membantah surat pengakuan Aidit tersebut. Karena, menurut Njoto, tidak ada hubungannya antara PKI dengan para jenderal yang mati di bunuh. Sampai peristiwa itu sudah terjadi, saya tidak tahu apapun, katanya saat di wawancarai Asahi Evening News. Komentar yang sama pula, dilontarkan oleh mantan anggota Comite Central PKI, Oei Hai Djoen, "Kami tidak tahu dengan apa yang terjadi". Presiden Soekarno juga menyatakan tentang Gestok (Gerakan Satu Oktober) terjadi akibat dari keblingernya pimpinan PKI, hebatnya kekuatan Nekolim (Neo Kolonialisme dan Imperialisme), serta adanya oknum yang tidak benar.

Peristiwa tersebut memang penuh dilingkupi misteri . "Menurut kami, PKI memang terlibat, tetapi terlibat seperti apa ?...", kata Murad, adik Dipa Nusantara Aidit. Setelah puluhan tahun berlalu, pertanyaan tersebut belum diketemukan jawabannya. Setidaknya bagi Murad dan para anggota keluarga Aidit lainnya.

Sumber naskah aseli: Dari Menteng Menuju Pusaran Kekuasaan, TEMPO (1-7 Oktober 2007)

1 komentar:

  1. http://mynewgooger.blogspot.com/2017/06/blog-post_11.html

    http://angkasabolaaa.blogspot.com/2017/06/blog-post_11.html


    ANGKASABOLA

    AGEN JUDI ONLINE TERBESAR DAN TERPECAYA SE-ASIA

    HANYA DENGAN 1 USHER ID SAJA SUDAH BISA BERMAIN SEMUA GAME
    SEPERTI

    1. SPORTBOOK
    2. TOGEL
    3. TANGKAS
    4. KENO
    5. SLOT
    6. GD88
    7. 855 CROWN
    8. POKER

    MINIMAL DEPO DAN WD HANYA 50 RIBU BOSKU
    DAN PELUANG BESAR UNTUK JP BOSKU


    ANGKASABOLA JUGA MEMILIKI BEBERAPA KEUNGGULAN BOS SEPERTI :

    1. PROSES DEPO WD CEPAT TIDAK SAMPAI 1 MENIT
    2. LANGSUNG DILAYANI OLEH CS PROFFESIONAL DAN CANTIK
    3. RESPON LIVECHAR CEPAT
    4. SELALU MENDOAKAN MEMBER AGAR MENANG BANYAK
    5. KEPUASAN MEMBER ADALAH PRIORITAS UTAMA KAMI

    JANGAN TUNGGU LAGI LANGSUNG JOIN DENGAN KAMI

    BBM : 7B3812F6
    TWITTER : CSANGKASABOLA
    INSTAGRAM : CS1ANGKASABOLAA
    FACEBOOK : ANGKASA BOLA
    LINE : ANGKASABOLA

    KAMI TUNGGU KEHADIRANYA YAH BOSKU

    BalasHapus

Aku bersemboyan, Biar melati dan mawar dan kenanga dan cempaka dan semua bunga mekar bersama di taman sari Indonesia.
[Pidato HUT Proklamasi, 1964_Soekarno]